Kebangkitan Nasional dan Dunia Pendidikan Indonesia

Image105 tahun yang lalu tepatnya tanggal 20 mei 1908 berlangsung peristiwa bersejarah yang membangkitkan semangat persatuan, kesatuan, nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang dinamakan “Kebangkitan Nasional”. Peristiwa ini ditandai dengan lahirnya organisasi-organisasi pergerakan pemuda seperti Boedi Oetomo, Jong Java, Jong Celebes, dan lain-lain. Tokoh-tokoh sentralnya antara lain dr. Soetomo dan dr. Wahidin Soedirohoesodo yang menggagas Boedi Oetomo, H.O.S Tjokroaminoto yang merupakan pendiri Sarekat Islam, mereka adalah para pionir ulung dan konseptor pergerakan pada masa-masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Dengan semboyan hendak meningkatkan martabat rakyat di tahun 1906 dan 1907, dr. Wahidin Soedirohoesodo mulai mengadakan kampanye di kalangan priyayi di Pulau Jawa, walaupun kampanye tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, hasilnya tetap ada. Dalam perjalanan kampanyenya pada akhir 1907 dr. Wahidin Soedirohoesodo bertemu dengan Soteomo pelajar STOVIA di Jakarta. Pertemuan yang memperbincangkan nasib rakyat itu ternyata berpengaruh besar pada diri pemuda Soetomo. Cita-cita untuk meningkatkan kedudukan dan martabat rakyat itu sebenarnya juga sudah ada pada para pelajar STOVIA, karena itu kampanye dr. Wahidin Soedirohoesodo makin mendorong dan memperbesar cita-cita tersebut. Soetomo kemudian membicarakan maksud kampanye dr. Wahidin Soedirohoesodo dengan teman-temannya di STOVIA. Hasil pembicaraan memperlihatkan bahwa cita-cita dr. Wahidin Soedirohoesodo setelah diolah mengalami  perubahan. Tujuan semula mendirikan suatu “Dana Belajar” diperluas jangkauannya. Maka pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta pelajar-pelajar tersebut di Gedung STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo, dan Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya. Sejak saat itulah dimulai berbagai macam pergerakan kepemudaan yang menjadi cikal bakal kemerdekaan Republik Indonesia, yang kemudian ditindaklanjuti dengan peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dengan semangat persatuannya.

Sejak zaman penjajahan hingga sekarang cita-cita kebangkitan nasional sebenarnya tidak banyak mengalami perubahan, yaitu untuk meningkatkan harkat dan martabat rakyat Indonesia agar sejajar dengan bangsa lain. Cita-cita tahap pertama memang telah tercapai yaitu dengan diproklamirkannya kemerdekaan Negara Republik Indonesia sehingga menjadi sebuah Negara yang bebas, berdaulat, dan diakui dunia internasional. Tetapi cita-cita utamanya yaitu mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia sampai sekarang belumlah dapat dikatakan berhasil. Karena kemerdekaan, peningkatan yang dicapai belumlah merata dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia, tetapi baru dapat dinikmati sebagian kalangan, terutama yang ada disekitar kekuasaan, dari mulai zaman orde lama, orde baru hingga sekarang orde reformasi, rakyat masih tetaplah menjadi objek pelanggengan kekuasaan, bukan sebagai subjek yang benar-benar harus diupayakan kesejahteraannya secara lahir maupun batin. Rakyat hanya dijejali janji-janji manis ketika musim pemilu tiba, baik itu pemilu legislative maupun pemilukada yang menjadi euphoria tersendiri dimasa reformasi ini.

ImagePahlawan tidak selalu identik dengan mengangkat senjata dan berperang meski sebagian besar penafsiran menyatakan bahwa pahlawan adalah orang yang berjasa membela negara melalui medan perang. Namun sesungguhnya siapa saja yang telah berjasa membawa bangsa ini menuju kemajuan baik dibidang sosial, budaya, teknologi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia maka patut kiranya kita beri julukan sebagai pahlawan. Salah seorang yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara. Ia lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dan diberi nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat yang berasal dari keluarga di lingkungan kraton Yogyakarta. Atas jasanya dalam merintis pendidikan umum di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959 tertanggal 28 November 1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantar yaitu tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Salah satu hal mendasar untuk mewujudkan cita-cita kebangkitan nasional, yaitu meningkatkan harkat dan martabat rakyat Indonesia adalah pendidikannya. Dalam hal ini pemerintah harus mendukung upaya pencerdasan masyarakat lewat pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia seperti yang diharapkan.

ImageImageDalam Pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional disebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Sedangkan “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Di Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional dijelaskan juga “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Kalau melihat fungsi yang tercantum dalam UU tersebut, jelas sangat luhur dan ideal apabila mampu dicapai oleh rakyat Indonesia, sehingga apa yang dicita-citakan dalam kebangkitan nasional dapat terwujud. Tetapi pada kenyataanya hal tersebut sangatlah sulit untuk direalisasikan merata ke seluruh rakyat Indonesia. Mungkin kalangan tertentu bias mencapai hal tersebut, sedangkan kalangan lainnya sulit untuk mewujudkannya. Karena jangan bicara soal kualitas, untuk dapat akses ke pendidikan itu sendiri masih banyak rakyat Indonesia yang sangat kesulitan karena berbagai hal seperti biaya, akses sekolah, sarana dan prasarana yang tersedia, maupun kualitas pendidik yang dibawah standar. Padahal dari segi pendanaan menurut UU Sistem Pendidikan nasional, “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”. Kalau melihat angka tersebut merupakan jumlah investasi yang cukup besar apabila mampu secara merata diimplementasikan, tetapi pada kenyataannya terutama dalam hal peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dalam hal ini bangunan sekolah dan fasilitasnya masih banyak yang jauh dari memadai, bahkan tidak hanya sekolah-sekolah yang ada di pelosok, yang dekat dengan pusat-pusat pemerintahan juga masih ditemukan kasus-kasus bangunan sekolah yang roboh, ataupun yang keadaannya memprihatinkan karena sangat tidak layak digunakan sebagai kelas untuk belajar. Mungkin dari segi peningkatan penghasilan pendidik dalam hal ini guru sudah mengalami peningkatan dengan adanya sertifikasi guru yang memungkinkan seorang guru mendapatkan penghasilan yang cukup besar. Tetapi disisi lain hal ini masih belum mampu meningkatkan kualitas para pendidik tersebut, karena tunjangan yang diterima umumnya digunakan untuk hal konsumtif seperti beli mobil, bukan untuk peningkatan skill melalui pendidikan ataupun pelatihan yang diikuti. Karena dengan skill para pendidik yang meningkat, juga mampu menjadi salah satu factor meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan demikian beberapa hal yang masih harus menjadi perhatian yang intens dari pemerintah terkait dunia pendidikan adalah peningkatan sarana prasarana terutama bangunan-bangunan dan fasilitas pendidikan, sehingga tidak terdengar lagi bangunan sekolah yang roboh, atau anak-anak belajar diruangan yang tidak layak bahkan dihantui ketakutan tertimpa bangunan sekolah yang kondisinya memprihatinkan. Selain itu perlu diperhatikan juga peningkatan pendidikan, wawasan, dan skill para pendidik melalui penyelenggaraan pendidikan maupun latihan yang menunjang tugas dan fungsinya, serta mengarahkan paling tidak sebagian dari tunjangan yang mereka terima walaupun persentasinya sedikit tapi digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat seperti melanjutkan pendidikan atau mengikuti pelatihan-pelatihan yang mampu meningkatkan skillnya sebagai pendidik.

ImageImageDari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa cita-cita kebangkitan nasional dari dahulu sampai sekarang adalah dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat rakyat Indonesia melalui pendidikan, walaupun situasi dan kondisi zaman dahulu dengan sekarang relative berbeda, tetapi pada inti dari tujuannya tetap sama. Oleh sebab itu pendidikan tidak akan mampu kita lepaskan dari peristiwa dan cita-cita kebangkitan nasional, karena kebangkitan nasional itu lahir dari orang terdidik, dilakukan oleh orang terdidik, dengan tujuan menciptakan masyarakat/ SDM yang cerdas sehingga mampu membawa kejayaan Negara Indonesia sejajar dengan Negara-negara lainnya yang sekarang masih dianggap lebih maju dari kita.

Pustaka :

  1. Sejarah Nasional Indonesia V Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda
  2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  3. http://vhiemoet.blogspot.com/2013/03/artikel-pendidikan-kebangkitan-nasional
  4. http://serbasejarah.wordpress.com/unduh-e-book-sejarah/

Leave a comment